Senin, 01 Oktober 2012

MASIH SAKTIKAH PANCASILA (KU) ???


(By : Hendra Dhermawan Sitanggang, SKM)

            Berbicara mengenai Pancasila tentu bukan hal yang asing lagi bagi kita. Pancasila sudah kita pelajari sejak kita berada di bangku Sekolah Dasar, dan selalu dibacakan dalam setiap upacara, sehingga kita semua sudah sering mendengar kata Pancasila. Pancasila merupakan ideologi dasar bagi Negara Indonesia, maksudnya adalah Pancasila sebagai cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, serta menjadi tujuan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia.
            Pancasila juga merupakan dasar negara Republik Indonesia sebagaimana telah tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai kepribadian dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Dalam naskah Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila mengatakan,  sejarah telah mungungkapkan bahwa Pancasila merupakan jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia, serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang lebih baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
            Dengan kata lain, Pancasila memiliki makna yang sangat penting bagi Bangsa Indonesia, baik sebagai ideologi, dasar negara, dan sebagai jiwa. Untuk itu, perlu untuk terus dijaga kelestariannya agar bangsa ini tetap utuh dan tidak kehilangan jati dirinya. Penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari merupakan syarat mutlak untuk tetap menjaga agar Pancasila tetap ampuh dan sakti di zaman ini.
            Pancasila telah terbukti sakti puluhan tahun yang lalu, tepatnya tanggal 1 oktober 1965. Dan tanggal tersebut juga telah ditetapkan sebagai hari kesaktian Pancasila. Jika kita menilik ke belakang, peringatan Kesaktian Pancasila ini berhubungan erat dengan  peristiwa tanggal 30 September 1965, yang mana merupakan awal dari Gerakan 30 September (G30SPKI).  Gerakan ini merupakan pemberontakan yang ingin mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis. Hari itu, enam orang Jendral dan berberapa orang lainnya dibunuh sebagai upaya kudeta. Namun berkat kesadaran untuk mempertahankan Pancasila maka upaya tersebut mengalami kegagalan. Selanjutnya 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September.
            Pancasila dalam perjalanannya terus menghadapai banyak tantangan. Bahkan terus terjadi sampai saat ini melalui setiap permasalahan yang melanda negara ini.
Korupsi
            Korupsi merupakan tantangan berat bagi Pancasila, dan merupakan masalah yang paling menonjol di bangsa kita. Indonesia merupakan negara korup. Korupsi telah menjalar cepat di Negara Indonesia, bahkan telah menjadi “penyakit kronis” yang amat parah di negeri ini, yang sulit untuk di sembuhkan. Fakta ini jelas mencoret muka Pancasila sebagai ideologi, kepribadian, serta pandangan hidup bangsa. Sebut saja, kasus Gayus Tambunan, kasus Nazarudin, kasus wisma atlet, dan kasus century yang sampai saat ini belum jelas ujungnya, serta masih banyak kasus-kasus lainnya yang berbau korupsi.
Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun belum menjadi jawaban untuk masalah korupsi di Indonesia. Namun demikian, KPK sudah mulai melakukan pengungkapan beberapa kasus korupsi, walau beberapa di antaranya belum jelas penyelesaiannya. Berbicara mengenai korupsi tentu tidak akan ada habis-habisnya. Sesuatu yang jelas adalah korupsi bertentangan dengan Pancasila. Untuk itu, harus menjadi musuh bangsa ini bukan menjadi “jati diri” bangsa ini.
Terorisme
            Masih harum tercium di hidung kita aroma kejadian bom di sebuah perkampungan padat penduduk, Tambora Jakarta Barat, yang baru saja beberapa minggu yang lalu terjadi. Beberapa hari kemudian diikuti oleh bom yang terjadi di depok,  tepatnya di Jalan Nusantara Raya, Beji, Depok, Jawa Barat. Ini bukan kejadian yang pertama kali terjadi, tapi sudah berkali-kali terjadi di negara kita tercinta, Indonesia. Terorisme di Indonesia di lakukan oleh sekelompok orang yang memiliki “ideologi sesat”. Terorisme di Indonesia di mulai tahun 2000 dengan terjadinya bom bursa efek Jakarta, diikuti dengan empat serangan besar lainnya, dan yang paling mematikan adalah bom Bali tahun 2002. Teror bom ini terus berlanjut sampai saat ini, baik bom bunuh diri maupun bom buku.
            Tentu perlakuan extreme yang tak berprikemanusiaan ini telah menodai kepribadian bangsa ini, yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan kesatuan. Dan ini menjadi tantangan tersendiri terhadap Pancasila sebagai ideologi, kepribadian, dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Selain masalah korupsi dan terorisme, masih banyak permasalahan di negeri ini yang mengancam Pancasila tetap sakti, namun jika dibahas satu per satu akan terlalu panjang. Namun yang terpenting kita pahami bersama adalah ketika kita berbicara mengenai kesaktian Pancasila ataupun ancaman terhadap Pancasila, sesungguhnya kita berbicara tentang kita sendiri, baik sebagai warga negara maupun sebagai orang yang terlibat dalam pemerintahan.
Penghayatan dan pengamalan Pancasila yang tidak jelas tentu merupakan tema utama dari serangkaian masalah yang terjadi. Pancasila tidak lagi menjadi kepribadian, pandangan, bahkan jiwa kita dalam membangun negara yang telah diperjuangkan mati-matian oleh pahlawan-pahlawan yang tidak mengenal kita, yang untuk kita mereka perjuangkan negeri ini.   
Dalam memperingati hari kesaktian Pancasila tahun ini, mari kita renungkan kembali makna Pancasila secara benar. Dengan berbagai persoalan bangsa yang sedang terjadi saat ini, tentu menjadi pertanyaan besar bagi kita semua, “apakah saat ini Pancasila masih bisa dikatakan sakti?”. Mari kita buka hati nurani kita untuk mencintai Pancasila, dengan menghayati kembali dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta tidak lupa untuk kita transfer secara terus-menerus kepada generasi selanjutnya, niscaya Pancasila tetap sakti sebagai tanda NKRI tetap Berjaya sebagaimana yang dicita-citakan.

Jumat, 13 Juli 2012

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)


By. Hendra Dhermawan Sitanggang, SKM


Berbicara mengenai kesehatan tentu tidak bisa terlepas dari kondisi lingkungan, karena lingkungan merupakan tempat hidup dan tempat manusia melakukan aktivitasnya sehari-hari, sehingga lingkungan dan kesehatan manusia memiliki kaitan yang sangat erat. Demikian juga menurut konsep L. Bloom, yang menyatakan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi status kesehatan, selain perilaku, palayanan kesehatan, dan faktor keturunan.
Untuk itu, perhatian terhadap lingkungan merupakan hal yang mutlak untuk terus dikerjakan agar terciptanya lingkungan yang sehat guna meningkatkan status kesehatan masyarakat. Sanitasi lingkungan yang buruk secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan masalah kesehatan. Misalnya dampak langsungnya adalah terkena penyakit kulit dan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), dan dampak tidak langsungnya  adalah misalnya saat mengambil air yang jauh dari tempat tinggalnya berisiko digigit nyamuk malaria atau yang lainnya.
Peningkatan kualitas sanitasi lingkungan merupakan salah satu langkah yang penting untuk menyelesaikan masalah kesehatan berbasis lingkungan. Hal ini sesuai dengan hasil publikasi WHO tahun 2007, yang menyatakan bahwa kejadian diare menurun 32%, dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan mencuci tangan pakai sabun, dan 39% perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga.
Pembenahan pada lingkungan bukan merupakan perkara mudah, seperti  membalikkan telapak tangan, namun merupakan permasalahan yang rumit dan kompleks, karena selalu menghadapi tantangan, baik dari dalam  maupun dari luar masyarakat. Tantangan terbesar yang dihadapi pemerintah adalah masalah sosial budaya dan perilaku masyarakat, seperti Buang Air Besar di sembarang tempat, khususnya ke badan air yang digunakan untuk mencuci, mandi, dan kebutuhan higienis lainnya.
Dalam rangka pembenahan terhadap lingkungan, pemerintah mencanangkan strategi nasional Sanitasi total Berbasis Masyarakat, atau yang lebih dikenal dengan nama STBM. STBM adalah suatu pendekatan partisipatif yang mengajak masyarakat untuk mengalisa kondisi sanitasi mereka melalui suatu proses pemicuan, sehingga masyarakat dapat berpikir dan mengambil tindakan untuk meninggalkan kebiasaan buang air besar mereka yang masih di tempat terbuka dan sembarang tempat. Pendekatan yang dilakukan dalam STBM menyerang/menimbulkan rasa ngeri dan malu kepada masyarakat tentang kondisi lingkungannya. Melalui pendekatan ini kesadaran akan kondisi yang sangat tidak bersih dan tidak nyaman di timbulkan. Dari pendekatan ini juga ditimbulkan kesadaran bahwa sanitasi (kebisaan BAB di sembarang tempat) adalah masalah bersama karena dapat berimplikasi kepada semua masyarakat sehingga pemecahannya juga harus dilakukan dan dipecahkan secara bersama.
Program STBM ini dicanangkan pada bulan Agustus 2008 oleh Menteri Kesehatan RI dan pada bulan September 2008 STBM dikukuhkan sebagai Strategi Nasional melalui Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008. Strategi ini menjadi acuan bagi petugas kesehatan dan instansi yang terkait dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terkait dengan sanitasi total berbasis masyarakat.
Strategi Nasional STBM memiliki indikator outcome yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku. Sedangkan indikator output-nya adalah setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (ODF), setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga, setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar, setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar, dan setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.
Adapun tujuan STBM adalah untuk mencegah penyakit berbasis lingkungan, memberdayakan hidup bersih dan sehat, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar yang berkesinambungan dalam pencapaian MDG’s tahun 2015. Program nasional STBM ini dikhususkan untuk perubahan perilaku masyarakat dengan metode pemicuan, sehingga program ini adalah program yang berbasis masyarakat, yang tidak memberikan subsidi bagi rumah tangga. Pemicuan ini dilakukan dengan pendekatan partisipatif dan analisa secara parsitipatif yang bebas dan jujur.
Dalam strategi nasional STBM, peran masyarakat menjadi sangat vital, karena masyarakat menjadi pemeran utama dalam menyelesaikan permasalahan sanitasi lingkungan. Hal ini dikarenakan masalah sanitasi lingkungan merupakan tanggung jawab masyarakat, bukan pihak lain. Selain itu, masyarakat juga berperan dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi, yang merupakan bagian penting dalam keberhasilan sebuah program.
Beberapa hal yang membedakan program STBM dengan program-program lainnya, yaitu yang pertama, prinsip yang digunakan dalam metode STBM adalah target, bukan pada pembangunan sarana, tetapi menghilangkan “open defecation”, adanya variasi teknologi yang luas dan sedapat mungkin menggunakan material lokal sehingga sesuai jangkauan kemampuan seluruh lapisan masyarakat dan prinsip tanpa subsidi untuk meyakinkan bahwa masalah sanitasi adalah masalah masyarakat, bukan masalah pihak luar.
Yang kedua, aspek-aspek utama yang ditonjolkan dalam metode STBM adalah pemberdayaan dengan cara menimbulkan spirit dan semangat kemandirian, keterlibatan berbagai pihak dalam berbagai bentuk promosi seperti masyarakat, laki-laki, perempuan, orangtua, anak, kaya miskin, tokoh masyarakat, tokoh agama, guru, pemerintah daerah, dan NGO, aspek replikasi sebagai akibat kebanggaan masyarakat.

Yang ketiga, yaitu adanya faktor-faktor penyebab keberhasilan pendekatan STBM yaitu pendekatan dan metode yang tepat dalam upaya mengubah perilaku dengan menggunakan hal-hal yang dapat dipahami masyarakat secara langsung, peran berbagai stakeholder dalam mendukung replikasi/penyebaran, dan fleksibilitas program yang memungkinkan masyarakat berkembang secara ‘alamiah’ tanpa beban normatif seperti biaya cicilan (untuk revolving), standar jamban dan lain-lain.

Dengan menyadari kekuatan program STBM ini, kiranya memberi motivasi yang besar bagi tenaga-tenaga kesehatan dalam mensukseskan strategi nasional STBM tersebut dalam rangka menyelesaikan masalah-masalah kesehatan berbasis lingkungan, guna meningkatkan status kesehatan masyarakat. Dengan demikian permasalahan lingkungan bukan merupakan hal yang mustahil untuk diselesaikan.