Jumat, 25 November 2011

Penelitian Kesehatan



PENELITIAN KESEHATAN PENTING UNTUK MENINGKATKAN STATUS KESEHATAN MASYARAKAT

Bali, 17 November 2011
Penelitian Kesehatan merupakan salah satu subsistem dalam sistem kesehatan nasional. Penelitian Kesehatan dapat menjamin akurasi, validitas, kelayakan, dan keberlanjutan sistem kesehatan nasional untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Demikian disampaikan Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH pada acara the 1st International Symposium on Health Research and Development and the 3rd Western Pacific Regional Conference on Public Health, di Bali (17/11/11). Hadir dalam acara ini, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, dr. Trihono; President of the World Federation of Public Health Association, Prof. Ulrich Laaser; Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), dr. Adang Bachtiar, MPH, ScD; dan perwakilan WHO Representative untuk Indonesia, dr. Kanchit Limpakarnjanarat serta para peneliti kesehatan.

“Investasi pada penelitian dan pengembangan kesehatan penting untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat. Oleh karenanya perlu pendekatan multidisiplin dalam penelitian dan pengembangan kesehatan, di mulai dari penelitian biomedis hingga penentuan kebijakan. Hal ini penting, untuk menjembatani para peneliti, sebagai produsen pengetahuan dan informasi,dengan para pembuat kebijakan, untuk memungkinkan pengembangan kebijakan yang relevan, valid, dan akurat.

Menkes mengakui, disparitas kesehatan masih ditemukan di Indonesia dan di sebagian besar negara di dunia. Untuk mengatasi ketidaksetaraan kesehatan, reformasi sistem kesehatan sangat diperlukan.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007) menunjukkan disparitas kesehatan terdeteksi antar wilayah geografis, kelompok masyarakat, dan tingkat sosial-ekonomi di negara ini. Oleh karena itu, selama periode 2010-2014, fokus dari pembangunan kesehatan nasional Indonesia adalah untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap perawatan kesehatan yang berkualitas.

“Dalam reformasi kesehatan,  kebijakan berbasis bukti dikembangkan dan didasarkan pada praktek, hasil evaluasi, dan data yang dihasilkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan”, ujar Menkes.

Menkes memaparkan, setiap lima tahun, Riskesdas dilakukan. Survey berskala nasional ini bertujuan untuk melakukan pemetaan masalah kesehatan masyarakat, guna mengembangkan rencana intervensi masalah kesehatan yang ada di berbagai Kabupaten/Kotadi Indonesia.

Riskesdas pertama kali dilakukan tahun 2007-2008. Riskesdas kedua dilakukan pada tahun 2010, untuk mengevaluasi kemajuan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia.

Menkes menambahkan, pada 2011, telah dilakukan Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes). Survei yang melibatkan Puskesmas, Rumah Sakit Umum Pemerintah, dan laboratorium ini. Rifakses bertujuan untuk memetakan ketersediaan dan kecukupan fasilitas pelayanan kesehatan, distribusi sumber daya tenaga kesehatan serta indeks kinerja rumah sakit dan Puskesmas.

Di samping itu, pada 2012, Penelitian Tanaman Obat Nasional akan dilakukan, guna memetakan keanekaragaman jenis tanaman obat yang ada di Indonesia serta kandungan dari masing-masing jenisnya. Lebih lanjut, dalam waktu dekat, penelitian tentang polusi dan aspek sosial budaya yang berhubungan dengan kesehatan, juga akan dilaksanakan.

Pada kesempatan tersebut, Menkes menyampaikan apresiasi kepada para peneliti, yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, integritas, dan tanggung jawab moral. Menkes berharap, kemitraan yang terjalin mampu memicu kreativitas dan atusiasme dari para peneliti untuk terus berinovasi dalam kolaborasi, guna menemukan cara terbaik untuk melakukan intervensi terhadap masalah-masalah kesehatan yang masih dihadapi hingga saat ini.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor  tlp. (021) 52907416-9, faks. (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC) 021-500567, atau e-mail info@depkes.go.id dankontak@depkes.go.id.



























Kamis, 24 November 2011

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI

IRA MARTI AYU, SKM


EPIDEMIOLOGI àYUNANI
Epi = pada, permukaan, diatas, tentang
Demos = masyarkat, populasi, penduduk
Logos = Ilmu
ê
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang masalah kesehatan masyarakat pada suatu penduduk
Epidemiologi dapat juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari distribusi, frekuensi, dan determinan penyakit pada populasi/ penduduk
SIFAT EPIDEMIOLOGI
1. Distribusi  àPenyebaran masalah kesehatan berdasarkan orang, tempat dan waktu
2. Frekuensi àBesarnya masalah kesehatan yang dinyatakan dalam proporsi, rasio, rate
Tujuan : untuk membwt kuantifikasi agar bs didistribusikan
3. Determinan àFaktor2 yang mempengaruhi terjadinya suatu masalah kesehatan
SEJARAH PERKEMBANGAN EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi merupakan ilmu yg telah dikenal sejak zaman dahulu bahkan berkembang bersamaan dengan ilmu kedokteranàkeduanya saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
Studi epidemiologi bertujuan mengungkapkan penyebab suatu penyakit atau program pencegahan dan pemberantasan penyakit yang membutuhkan pengetahuan ilmu kedokteran seperti : ilmu faal, biokimia, patologi, mikrobiologi, dan genetika.
HASIL YG DIPEROLEH DARI STUDI EPIDEMIOLOGI dapat digunakan untuk menentukan pengobatan suatu penyakit, melakukan pencegahan, atau meramalkan hasil pengobatan
Perbedaan ilmu kedokteran dan epidemiologi terletak pada cara penanganan masalah kesehatan èIlmu kedokteran lebih menekankan pelayanan kasus per kasus, sedangkan epidemiologi lebih menekankan pada kelompok individu/ masyarakat.
Oleh karena itu, pada epidemiologi selain membutuhkan ilmu kedokteran juga membutuhkan disiplin ilmu lain seperti : demografi, sosiologi, antropologi, geologi, lingkungan fisik, ekonomi, budaya dan statistika
  1. Hippocrates (abad ke-5 SM)è Pengaruh lingkungan terhadap kejadian penyakit.“bapak ilmu kedokteran dan ahli epidemiologi pertama didunia”
  2. John Graunt (1662)èYang pertama melakukan kuantifikasi atas kejadian kesakitan dan kematian dgn menganalisis laporan mingguan kelahiran dan kematian di kota London. “bapak statistika”
  3. William Farr (1839)èOrang pertama menganalisis statistik kematian untuk mengevaluasi masalah kesehatan
  4. John Snow (1854)èOrang pertama yg mengembangkan metose investigasi wabah yang dapat mengantarkan penyelidikan ke arah penyebab
Para sarjana seperti Hippocrates, John Grant, John Snow, William Farr, Robert Koch, James Lind, Lord Kelvin, Kuhn dan Francies Galton telah meletakkan konsep epidemiologi yang masih berlaku hingga saat ini.
KONSEP-KONSEP TERSEBUT ADALAH :
  1. Pengaruh lingkungan terhadap kejadian penyakit
  2.  Penggunaan data kuantitatif dan statistik
  3.  Penularan penyakitèFracastorius “teori de contagione”
  4. Eksperimen pada manusia
TUJUAN EPIDEMIOLOGIèmemperoleh data frekuensi, distribusi dan determinan penyakit atau fenomena lain yang berkaitan dgn kesehatan masyarakat
MANFAAT EPIDEMIOLOGI
  1. Membantu pekerjaan admnistrasi kesehatan, membantu pekerjaan perencanaan dari pelayan kesehatan, dan pemantauan & penilaian suatu masalah kesehatan.
  2. Menerangkan dan atau mengidentifikasi siatu penyebab masalah kesehatan sehingga dapat disusun suatu langkah selanjutnya yang bersifat pencegahan dan penanggulangan
  3. Menerangkan riwayat alamiah penyakit sehinnga dapat dilakuakan tindakan pencegahan
  4. Dapat menerangkan ttg keadaan suatu masalah kesehatan (orng, t$, dan waktu) sehingga bs ditentukan apakah keadaan tersebut berada pada tahap endemis, pandemi, epidemi dan sporadish
EPIDEMIOLOGI DIBAGI MENJADI DUA, YAITU:
  1. Epidemiologi Deskriptif àbertujuan memberikan gambaran tentang keadaan tertentuàmengetahui frekuensi dan distribusi suatu penyakit/ masalah kesehatan
  2. Epidemiologi AnalitikàBertujuan menguji hipotesis suatu hubungan sebab akibatàmengetahui faktor resiko ato faktor-faktor yang berhubungan / berpengaruh terhadap timbulnya penyakit/ masalah kesehatan “determinan”
RUANG LINGKUP EPIDEMIOLOGI
v  Pada tahap awal perkembangan epidemiologi, dimaksud hanya untuk penyakit infeksi dan menular
v  Beberapa penelitiab menunjukkan dan mengarah pada penyakit non infeksi dan penyakit tidak menular dan berada pada frekuensi yang tinggi pada masyarakat (contoh : penyakit jantung, karsinoma, hipertensi, penyakit gangguan hormon, dll)
v  Muncul masalah kesehatan yang bukan penyakit (contoh : fertilitas, menopause, kecelakaan, kenakalan remaja, penyalahgunaan obat dll)
Jadi ruang lingkup epidemiologi diantaranya adalah :
  1. EPILAR
  2. EPITAMALA
  3. Epid. Klinik
  4. Epid. Kependudukan
  5. Epid. Gizi
  6. Epid. Pelayanan kesehatan
  7. Epid. Lingkungan
  8. Epid. Kesehatan kerja
  9. Epid. Kesehatan jiwa
  10. Epid. Kesehatan Matra

SECARA KHUSUS RUANG LINGKUP EPIDEMIOLOGI DIISTILAHKAN DENGAN 6E:
  1. ETIOLOGIèDapat diketahui penyebab dan masalah kesehatan lainnya
  2. EVIKASIèEfek daya optimal yang diperolah dari adanya intervensi kesehatan, contoh :evikasi vaksin
  3. EFEKTIVITASèDiketahui dari adanya intervensi dan besarnya tindakan dari yang satu dgn yg lainnya.contoh : dalam pemberantasan jentikèmemelihara ikan kepala timah, gupte atau dgn ABATE
  4. EFISIENSIèmelihat pengaruh suatu hal dilihat dari biayaèdapat dilihat dari manfaat yang diperoleh
  5. EVALUASIèPenilaian sec. Keseluruhan ttg keberhasilan suatu program kesmas
  6. EDUKASIèpendidikan kesehatan
Jangkauan epidemiologi kini telah sedemikian luasnya hingga mempelajari semua hal yang menimpa masyarakat. Makin luasnya jangkauan tersebut disebabkan oleh :
q  Kemajuan teknologi yang sangat pesat
q  Kebutuhan dan masalah yang berhubungan dgn kesehatan dan kehidupan masyarakat yang menjadi semakin kompleks
q  Metode epidemiologi yang digunakan untuk penyakit menular dapat digunakan untuk penyakit non infeksi dan non-penyakit
q  Meningkatnya kebutuhan penelitian terhadap penyakit non infeksi dan non-penyakit
q  Metode epidemiologi dpt digunakan untuk mempelajari asosiasi sebab-akibat
MENGAPA PETUGAS KESEHATAN MEMERLUKAN PENGETAHUAN EPIDEMIOLOGI?????????????
  1. Karena masih banyak penyakit yang tidak diketahui penyebabnya
  2. Obat yang sudah diuji dilab belum tentu efektif dimasyarakat, jadi harus diuji dimasy.
  3. Frekuensi distribusi penyakit yang diperoleh dari RS harus disesuaikan dengan yang ada dimasyarakat
  4. Dalam upaya peningkatan derajat kesehatan, kita harus mengetahui informasi (orang,t4 dan waktu) sehingga disusun pencegahan untuk meningkatkan status kesehatan
  5. Masalah kesmas dilihat dari peningkatan atau penurunan jumlah penduduk sehingga dapat ditunjukkan faktor resiko pada masing2 kelompok
KONSEP TERJADINYA PENYAKIT
KONSEP SEHAT DAN SAKIT
Sehat dan sakit merupakan suatu rangkaian proses yang selalu terjadi pada setiap kehidupan masyarakat. Secara sederhana berjalan menurut garis horizontal dari titik sehat menuju titik sakit.
SEHAT                                   >                            SAKIT


DEFENISI SEHAT
WHO→Suatu keadaan sehat sempurna fisik, mental dan sosial tidak terbatas pada bebas dari penyakit dan kelemahan
UU NO.23 tahun 1992→Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Dua Konsep sehat
1.      OPEN ENDED CONCEPT
q  Tidak dapat diukur, tapi bisa didekati
q  Tidak memiliki batas sakit dan tidak sakit
q  Konsep ini dipakai WHO
2. ELASTIC CONCEPT
q  Bisa diukur dengan melihat gejala yang terjadi
q  Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoris
q  Memiliki batas penyakit (punya sekuens)
KONSEP TERJADINYA PENYAKIT
BEBERAPA PENGERTIAN TENTANG PENYAKIT
1.      Penyakit adalah kegagalan dari mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat trhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi/struktur dari bagian organisasi atau sistem dari tubuh (GOLD MEDICAL DICTIONARY)
2.      Penyakit adalah dimana suatu proses kehidupan tidak lagi teratur atau terganggu perjalanannya (VAN DALE’S WOORDENBOEK DER NEDERLANDSE TELL)
3.      Penyakit bukan hanya kelainan yang dapat dilihat dari luar saja, akan tetapi juga sesuatu keadaan terganggu dari keteraturan fungsi2 dalam tubuh (ARREST HOFTE AMSTERDAM)
Berdasarkan pengertian tersebut maka dikatakan bahwa penyakit tidaklah sama dengan rasa sakit.
v  PENYAKIT BERSIFAT OBJEKTIF
v  RASA SAKIT BERSIFAT SUBJEKTIF
Dalam kajian Epidemiologi hanya tertuju kepada masalah penyakit, bukan rasa sakit.
Beberapa teori tentang penyakit
Didasarkan pada :
v  Adanya gangguan makhluk halus
v  Adanya kemurkaan dari Yang Maha Pencipta
Berkembangnya ilmu pengetahuan turut memberikan andil terhadap perkembangan teori penyakit.
Ø  Contagion theory→untuk terjadinya penyakit diperlukan adanya kontak antara satu orng dengan orang lainnya
Ø  Hippocrates theory→Penyakit timbul karena pengaruh lingkungan terutama air, udara, tanah, cuaca
Ø  Miasmatic theory→Edward Chadwick mengemukanan penyakit terjd karena adanya sisa2 pembusukan sehingga lingkunga mjd buruk(hampir sama dengan teori hippocrates)
Ø  Epidemic theory→terjadinya penyakit karena adanya hubungan dengan cuaca dan faktor geografis (tempat)
Ø  Germ theory→Mikroorganisme/kuman sbg penyebab penyakit dianggap penyebab tunggal. Adanya penemuan mikroskop, maka mikrobiologi berkembang cukup pesat sehingga penyebab penyakit beralih kepada jasad renik.
Ø  Multi Causation theory→Teori ini muncul karena teori yang dikemukakan sebelumnya tidak mampu menjawab penyebab penyakit seperti PJK, DM, Hipertensi, kanker dll
Teori ini juga disebut konsep multi faktorial, dimana teori ini menekankan bahwa suatu penyakit terjadi sebagai hasil interaksi berbagai faktor yaitu faktor host, agent dan environment→TRIAS PENYEBAB PENYAKIT dikemukakan oleh John Gordon dan teori ini digunakan sampai sekarang
Ada 3 model penyebab penyakit berdasarkan Multi Causal Theory
MODEL LINGKARAN                                                                                   



THE EPID TRIANGEL” SEGITIGA  
Jaring-jaring penyebab
v  Dikemukakan oleh MacMahon (1960)
v   Intinya efek tidak pernah bergantung hanya pada satu penyebab, tetapi berkembang menjadi sebuah rantai penyebab dimana masing-masing merupakan hasil dari kompleks agen terdahulu.
v   Konsekuensi keseragaman pada rantai penyebab mungkin mengganggu produktivitas penyakit oleh potongan rantai pada angka yang berbeda.
JENIS PENYEBAB :
1.      Penyebab utama (primary cause)®agent
2.      Penyebab penunjang (contributing cause)®host dan environment
Tiga faktor utama yang mempengaruhi  terjadinya penyakit
(1)   FAKTOR AGENT
Faktor agent mrupakan penyebab utama (primary cause). Agent adalah suatu unsur tertentu yang karena adanya (berlebihan) atau ketidakhadiran (kekurangan)akan dapat menimbulkan penyakit atau mempengaruhi perjalanan penyakit. Unsur ini dapat dibagi kedlm 5 kelompok:
q  Unsur penyebab biologisàumumnya dijumpai pada penyakit infeksi. Penyebab kelompok mikroorganisme
a. parasit=ascariasis, schtosomiasis, filariasis,taeniasis dll,
b. protozoa= Entamoeba, Malaria, Toksoplasmosis dll
c. bakteri=Salmonellosis, TB paru, Kusta, dll
 d. Jamur=Histoplasmosis, candidiasis, aspergillus dll
e. Virus=Hepatitis B, campak, polio, DHF, dll
f. Ricketsia= Query fever, Scrub thypus dll
q  Unsur penyenbab fisik®semua unsur yg dapat menimbulkan penyakit melalui proses fisika, misalnya suhu yang terlalu tinggi atau rendah, trauma mekanis/ pukulan, suara yang terlalu bising, radiasi dll
q  Unsur penyebab mekanis ®semua unsur dalam bentuk senyawa kimia yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, bisa berasal dari zat kimia yang ditemukan dialam(exogenous chemical substains) dan zat kimia yang dihasilkan tubuh (endogenous chemical substains), seperti :zat beracun(Carbon monoksida, asbes dll), obat2an keras, logam berat dll
q  Unsur penyebab nutrisi®semua unsur penyebab yang termasuk golongan zat nutrisi dan dapat menimbulkan penyakit tertentu krn kekurangan ataupun kelebihan, seperti :kekurangan zat besi(anemiaI, kekurangan yodium(gondok), kelebihan glukosa (DM).
q  Unsur penyebab psikis®semua unsur yang berkaitan dgn kejiwaan,,seperti: gangguan psikis dapat berdampak pada tekanan darah tinggi, tukak lambung dll
Unsur a dikenal sebagai penyebab biotik dan b,c,d,e merupakan penyebab biotik
Sifat agent Biotik yaitu
Ø  Patogenisiti
Ø  Virulensi
Ø  Antigenisiti
Ø  Infektifiti
(2)FAKTOR HOST/pejamu®faktor intrinsik
Faktor host merupakan faktor penunjang (contributing cause) untuk menimbulkan penyakit. Host adalah manusia atau Makhluk hidup lainnya.Faktor host yang merupakan faktor risiko untuk menimbulkan penyakit yaitu:umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, cara hidup, nutrisi, imunitas
  1. UsiaÞfaktor penjamu yang terpenting dalam timbulnya suatu penyakit. Terdapat penyakit2 tertentu yang hanya (atau biasanya) menyerang anak2 usia ttu, dan ada juga yang hanya menyerang mrka yang lanjut usia
  2. Jenis kelaminÞterdapat penyakit yang hanya menyerang jenis kelamin tertentu (menurut anatomisnya) seperti penyakit kelenjar gondok, DM cenderung pada wanita, PJK dan hipertensi cenderung pada pria
a.       RasÞterjadi disebabkan perbedaan cara hidup, kebiasaan, nila2 soisal, sering juga dihub dgn faktor genetika atau herediter
c.       Status perkawinanÞhal ini berkaitan dengan cara hidup
  1. Cara hidupÞkebiasaan makan, minum, membuang kotoran yang tidak baik sangat erat hub nya dengan penyakit infeksi usus.kebiasaan makan2an yang berlemak dan kolesterol, kebiasaan merokok dan olahraga yang kurang dapat menimbulkan penyakit2 kardiosvaskular dan hipertensi
e.       NutrisiÞmakin baik status gizi seseorang maka akan makin baik sistem pertahanan tubuhnya.


Artikel Kristen

  1. Persahabatan itu mempertemukanku dengan "dia"



Berita

1. Wapres Canangkan Kampanye HIV-AIDS “AKU BANGGA AKU TAHU”
2.Indonesia terpilih sebagai Vice Chair Advisory Group
3.Indonesia Tuan Rumah ATFOA
4.Penelitian Kesehatan Penting Untuk Meningkatkan Status    
   Kesehatan Masyarakat

INDONESIA TERPILIH SEBAGAI VICE CHAIR ADVISORY GROUP

Genewa  24 November 2011

Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama terpilih menjadi Vice Chair Advisory Group, pada pertemuan rapat PIP Framework Advisory Group di Genewa 21 - 23 November 2011.  Sementara terpilih sebagai  Chair adalah Dirjen dari Ministry of Labor, Employment & Health Perancis, Professor Didier Houssin. 
Prof. Tjandra Yoga menyatakan,  Advisory Group merupakan salah satu pilar pada struktur Pandemic Influenza Preparadness (PIP) Framework's "Governance and Review" yang bertugas melakukan monitoring pada pelaksanaan PIP Framework dan membuat laporan berdasarkan evidence based, assessment terhadap fungsi PIP Framework. Hasil assessment terhadap pelaksanaan PIP Framework menjadi masukan kepada Dirjen WHO. Anggota Advisory Group terdiri dari 18 orang. Masing-masing 3  orang setiap regional WHO yaitu Afrika, Amerika, Mediterania Timur,  Eropa, Asia Tenggara dan Pasifik Barat.

Beberapa topik yang dibahas dalam rapat ini antara lain Pelaksanaan Resolusi A64/8 tentang “Pandemic Influenza Preparedness: sharing of influenza viruses and access to vaccines and other benefits”. Di bahas pula Global Influenza Surveillance & Response System (GISRS). GIRS saat ini terdiri dari 136 National Influenza Centers (NICs); 6 WHO Collaborating Center yaitu masing-masing 1 di Australia, Inggris Jepang, China dan 2 Amerika; 4 WHO External Reference Laboratory di Hongkong, India, Mesir dan Perancis; 12 WHO H5 Reference Laboratory di  Australia,  China, Mesir, Perancis, India, Jepang, Rusia, Inggris, 2 di Amerika dan 2 di Hongkong.

Rapat juga membahas Influenza Virus Traceable Mechanism (IVTM). Mekanisme ini berjalan sejak Januari 2008 dan masih memerlukan modul-modul pelatihan.

Dalam rapat dibicarakan pula mengenai Partnership contribution, dimana dibahas kontribusi masing-masing perusahaan dan proporsi pembagian kontribusi ini dalam 2 komponen utama yaitu Preparedness, untuk menghadapai pandemi influenza dan Response, bila pandemi terjadi dimasa datang.

Prof. Tjandra Yoga menyampaikan, rapat juga mengidentifikasi keperluan Standard Material Transfer Agreement 2 (SMTS 2) yang akan dimulai 2012. SMTS 2 meliputi Tenaga legal adviser yang handal hubungan industri internasional; Template bentuk yang dinegosiasikan (pada dasarnya adalah 6 opsi di resolusi); dan  Time table penyerahan benefit sharing. 

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-500567, atau e-mail info@depkes.go.idkontak@depkes.go.id.

Opini

  1. Masih Saktikah Pancasila (ku)..????
  2. Indonesia Cinta Sehat


Kesehatan Lingkungan

Epidemiologi

Pengantar Epidemiologi

Kesehatan Masyarakat

Kesehatan Masyarakat

Profil

Senin, 21 November 2011

INDONESIA TUAN RUMAH ATFOA

Bandung, 21 November 2011

Hari ini (21/11), Menkes diwakili Wakil Menkes RI Prof. Dr. Ali Gufron memberikan pengantar pada International Symposium on Getting to Zero New HIV Infections, Zero Discrimination, Zero AIDS-Related Deaths in ASEAN, di Bandung, Jawa Barat. Simposium ini digelar sehubungan dengan keberadaan Indonesia sebagai tuan rumah ASEAN Task Force on AIDS (ATFOA).

Hadir pada pertemuan tersebut Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Menteri Dalam Negeri, Gubernur Provinsi Jawa Barat, Sekretaris-Jenderal ASEAN, Direktur Program Pembangunan PBB, Direktur Eksekutif GFATM, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Perwakilan WHO untuk Indonesia, dan delegasi lain dari 10 negara, yaitu Myanmar, Thailand, Kamboja, Singapura, Laos, Vietnam, Malaysia, Philipina, Brunei, dan Indonesia. Selain simposium, dilakukan pula konferensi jarak jauh antara Wakil Menkes dengan 10 Gubernur.

Dalam paparannya Menkes menyampaikan Simposium Internasional ini sangat relevan dengan situasi HIV / AIDS saat ini di ASEAN.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas. Situasi geografis seperti ini menjadi tantangan utama dalam memberikan pelayanan kesehatan yang adil bagi semua penduduk Indonesia, termasuk untuk menyediakan layanan HIV / AIDS. Indonesia merupakan salah satu dari negara Asia yang menjadi pendorong epidemi HIV/AIDS di Asia Tenggara. Hal ini dikarenakan banyaknya seks bebas dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan pengaman (kondom) dan penggunaan jarum suntik narkoba.

Sejak tahun 2005 hingga September 2011, kasus HIV meningkat, sedangkan kasus AIDS relatif stabil. Peningkatan ini sebagai dampak dari kemudahan orang untuk mengakses layanan HIV-AIDS, sehingga mereka bisa mendapatkan diagnosis lebih dini untuk status HIV mereka.

Menkes memaparkan, secara kumulatif kasus AIDS ditemukan lebih banyak pada laki-laki (64,9%) dibanding perempuan. Sementara pada kelompok umur, kasus AIDS paling banyak ditemukan  pada rentang usia 20 – 29 tahun (45,5%). Hal ini menunjukkan bahwa mereka mendapat infeksi HIV pada usia muda. Sementara angka kematian akibat AIDS mengalami penurunan sejak tahun 1987 (40%) sampai tahun 2011 (2,7%).

Menkes menyatakan, meski telah banyak program dilakukan untuk mengendalikan HIV/AIDS, namun hasilnya belum optimal. Beberapa penyebabnya antara lain, masih terbatasnya pengetahuan masyarakat umum tentang HIV/AIDS;  masih rendahnya kesadaran penggunaan kondom dalam hubungan seks berisiko tinggi, mesih terjadi stigmatisasi dan diskriminasi; masih rendahnya cakupan prevening mother to child transmission (PMTCT); masih sulitnya menjangkau pelaksanaan penanggulangan HIV/ program IMS di penjara, daerah perbatasan dan terpencil; serta rendahnya partisipasi masyarakat, lembaga keagamaan, organisasi sosial, dan orang yang terkena HIV.

Pemerintah Indonesia memberikan perhatian serius terhadap masalah HIV/AIDS. Kementerian Kesehatan telah merespon epidemi HIV/AIDS pada tahun 1986, sebelum kasus AIDS pertama dilaporkan di Indonesia pada tahun 1987. Pemerintah juga melibatkan LSM untuk melakukan program untuk mengontrol pencegahan HIV.

Pemerintah juga telah menetapkan Rencana Aksi dalam Rencana Strategis 2010-2014 untuk program kesehatan lingkungan, termasuk HIV/AIDS dan IMS dengan alokasi anggaran yang juga lebih besar.  Pemerintah juga senantiasa meningkatkan pengetahuan yang komprehensif tentang HIV/AIDS di kalangan penduduk berusia 15-24 melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Sasaran KIE terutama pada kelompok berisiko tinggi. Kegiatan ini melibatkan 5 kementerian yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Sosial.

Selain itu, dilakukan pula upaya meningkatkan penggunaan kondom dalam hubungan seks berisiko tinggi. Kementerian Kesehatan juga mendorong Pemerintah Daerah untuk merancang peraturan tentang pencegahan HIV/AIDS, khususnya pencegahan dalam hubungan seks berisiko tinggi. Saat ini telah mencakup 17 provinsi dan 67 kabupaten di Indonesia, kata Menkes.

ASEAN Task Force On AIDS (ATFOA) didirikan pada tahun 1993 sebagai respon regional terhadap pengendalian HIV/AIDS. Kemitraan ini harus dibuat lebih strategis dan dengan tindakan nyata dalam mencapai visi Getting to Zero New HIV Infections, Zero Discrimination, Zero AIDS-Related Deaths. Di atas segalanya, kita harus bekerja dalam satu kesatuan, tanggung jawab sosial yang inklusif, harmonis dan menjunjung solidaritas.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021)52960661, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567, atau alamat e-mailkontak@depkes.go.id,

Kamis, 17 November 2011

PENELITIAN KESEHATAN PENTING UNTUK MENINGKATKAN STATUS KESEHATAN MASYARAKAT

Bali, 17 November 2011
Penelitian Kesehatan merupakan salah satu subsistem dalam sistem kesehatan nasional. Penelitian Kesehatan dapat menjamin akurasi, validitas, kelayakan, dan keberlanjutan sistem kesehatan nasional untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Demikian disampaikan Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH pada acara the 1st International Symposium on Health Research and Development and the 3rd Western Pacific Regional Conference on Public Health, di Bali (17/11/11). Hadir dalam acara ini, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, dr. Trihono; President of the World Federation of Public Health Association, Prof. Ulrich Laaser; Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), dr. Adang Bachtiar, MPH, ScD; dan perwakilan WHO Representative untuk Indonesia, dr. Kanchit Limpakarnjanarat serta para peneliti kesehatan.

“Investasi pada penelitian dan pengembangan kesehatan penting untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat. Oleh karenanya perlu pendekatan multidisiplin dalam penelitian dan pengembangan kesehatan, di mulai dari penelitian biomedis hingga penentuan kebijakan. Hal ini penting, untuk menjembatani para peneliti, sebagai produsen pengetahuan dan informasi,dengan para pembuat kebijakan, untuk memungkinkan pengembangan kebijakan yang relevan, valid, dan akurat. 

Menkes mengakui, disparitas kesehatan masih ditemukan di Indonesia dan di sebagian besar negara di dunia. Untuk mengatasi ketidaksetaraan kesehatan, reformasi sistem kesehatan sangat diperlukan.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007) menunjukkan disparitas kesehatan terdeteksi antar wilayah geografis, kelompok masyarakat, dan tingkat sosial-ekonomi di negara ini. Oleh karena itu, selama periode 2010-2014, fokus dari pembangunan kesehatan nasional Indonesia adalah untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap perawatan kesehatan yang berkualitas. 

“Dalam reformasi kesehatan,  kebijakan berbasis bukti dikembangkan dan didasarkan pada praktek, hasil evaluasi, dan data yang dihasilkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan”, ujar Menkes. 

Menkes memaparkan, setiap lima tahun, Riskesdas dilakukan. Survey berskala nasional ini bertujuan untuk melakukan pemetaan masalah kesehatan masyarakat, guna mengembangkan rencana intervensi masalah kesehatan yang ada di berbagai Kabupaten/Kotadi Indonesia.

Riskesdas pertama kali dilakukan tahun 2007-2008. Riskesdas kedua dilakukan pada tahun 2010, untuk mengevaluasi kemajuan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia.

Menkes menambahkan, pada 2011, telah dilakukan Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes). Survei yang melibatkan Puskesmas, Rumah Sakit Umum Pemerintah, dan laboratorium ini. Rifakses bertujuan untuk memetakan ketersediaan dan kecukupan fasilitas pelayanan kesehatan, distribusi sumber daya tenaga kesehatan serta indeks kinerja rumah sakit dan Puskesmas.

Di samping itu, pada 2012, Penelitian Tanaman Obat Nasional akan dilakukan, guna memetakan keanekaragaman jenis tanaman obat yang ada di Indonesia serta kandungan dari masing-masing jenisnya. Lebih lanjut, dalam waktu dekat, penelitian tentang polusi dan aspek sosial budaya yang berhubungan dengan kesehatan, juga akan dilaksanakan.

Pada kesempatan tersebut, Menkes menyampaikan apresiasi kepada para peneliti, yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, integritas, dan tanggung jawab moral. Menkes berharap, kemitraan yang terjalin mampu memicu kreativitas dan atusiasme dari para peneliti untuk terus berinovasi dalam kolaborasi, guna menemukan cara terbaik untuk melakukan intervensi terhadap masalah-masalah kesehatan yang masih dihadapi hingga saat ini.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor  tlp. (021) 52907416-9, faks. (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC) 021-500567, atau e-mail info@depkes.go.id dankontak@depkes.go.id.